Jumat, 25 Juli 2008

Potensi Listrik Kalteng



Kondisi Kelistrikan di Kalimantan Tengah

Pengelolaan kelistrikan di Kalimantan Tengah dilakukan oleh PT. PLN (Persero) yang membawahi Kalimantan Tengah maupun Kalimantan Selatan. Sebanyak 4 kabupaten dan 1 kota dari 14 kabupaten/kota di Kalimantan Tengah mendapatkan pasokan listrik dari sistem/grid Barito atau sistem interkoneksi Kalimantan yakni Kabupaten Barito Timur, Kapuas, Pulang Pisau, Katingan serta Kota Palangka Raya. Sistem ini memasok sekitar 36 % dari ketersediaan energi listrik untuk di Kalimantan Tengah sedang sisanya dipasok dari sistem Sedang (terpisah atau isolated), sistem Kecil dan Perdesaan yang umumnya menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD). Sistem Barito merupakan sistem yang memiliki ketergantungan cukup besar pada PLTU Asam-Asam (130 MW) yang menggunakan bahan bakar batubara sehingga pada saat pembangkit ini memerlukan waktu untuk perbaikan dan pemeliharaan, maka terjadi pemadaman secara bergiliran di sebagian wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

Karena sebagian besar kebutuhan daya (64 %) listrik di Kalimantan Tengah dipasok dari PLTD maka penggunaan BBM sangat besar dan mencapai sekitar 40 % dari biaya operasional. Implikasinya adalah biaya pokok produksi menjadi tinggi (Rp.2.610 per Kwh) sementara harga jual hanya Rp. 628 per Kwh. Ini berarti pemerintah harus menanggung beban baik akibat pemakaian BBM maupun akibat pemberian subsidi harga listrik yang dijual khususnya karena sebagian besar konsumen listrik adalah rumah tangga (92 %). Sekitar 43 % dari PLTD di Kalimantan Tengah yang diluar sistem interkoneksi Kalimantan berada dalam dalam tahap kritis baik dalam penyediaan daya maupun dalam kehandalannya (kondisi pembangkit sudah tua).

Karena kemampuan dan daya jangkau maupun kehandalan penyediaan listrik yang masih belum memadai, maka sebagian besar industri di Kalimantan Tengah terpaksa harus mengadakan daya listrik secara swasembada dengan menggunakan pembangkit diesel (PLTD). Faktor geografis dan kepadatan permukiman juga menyebabkan ratio elektrifikasi atau jumlah desa yang mampu dialiri listrik di Kalimantan Tengah juga cukup rendah, hanya sekitar 47,52%. Pertumbuhan kebutuhan listrik per tahun di Kalimantan Tengah cukup tinggi yakni sekitar 9,5 % namun karena didominasi oleh kebutuhan rumah tangga maka biaya investasi dan operasional cukup mahal baik karena harga jual yang disubsidi maupun karena inefisiensi akibat besarnya selisih beban pemakaian antara siang dan malam hari.

Memperhatikan besarnya potensi sumber energi batubara yang ada di Kalimantan Tengah, maka PT PLN (Persero) berencana untuk mengembangkan baik jangkauan transmisi interkoneksi Kalimantan maupun mengembangkan kapasitas penyediaan listrik dan termasuk mengupayakan penggantian jenis pembangkit PLTD menjadi PLTU. Interkoneksi direncanakan akan mencakup Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kabupaten Kotawaringin Barat serta Kabupaten Barito Selatan dan Barito Utara. Di Barito Utara, interkoneksi juga akan meliputi PLTG Bangkanai sedangkan untuk Murung Raya direncanakan pembangunan PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro). Disamping itu, jangkauan interkoneksi juga akan diperluas hingga mencakup provinsi Kalimantan Timur.

Rencana penambahan daya dan jangkauan penyediaan listrik dengan menambah jumlah pembangkit maupun penggantian pembangkit dari PLTD menjadi PLTU dapat mengantisipasi peningkatan kebutuhan listrik namun disisi lain juga terkait dengan biaya operasional dan pemeliharaan. Pembangkit dengan sumber energi batubara memiliki fleksibelitas daya yang rendah karena itu sebenarnya lebih sesuai untuk pemenuhan beban listrik rata-rata saja karena daya yang dihasilkan tidak mudah untuk diatur sesuai beban. Untuk menyesuaikan penyediaan daya dengan variasi beban, diperlukan kombinasi antara PLTU dengan pembangkit dari energi lain sehingga biaya produksi menjadi efisien. Perbedaan beban pemakaian di Kalimantan Tengah yang didominasi rumah tangga cukup besar dan potensi batubara Kalimantan Tengah yang nilai kalorinya cukup tinggi juga memiliki pasar dan alternatif penggunaan lain yang dapat mendatangkan devisa atau manfaat yang lebih besar. Karena itu perencanaan untuk mengembangkan sumber energi lain yang murah dan handal selain batubara sangat relevan dengan situasi dan kondisi yang ada di Kalimantan Tengah.

Berdasarkan informasi yang diterima dari masyarakat, di Kalimantan Tenga saat ini sedang dijajaki kemungkinan pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Riam Jerawi, Kabupaten Katingan. Lokasi potensi PLTA ini berjarak sekitar 100 km dari Kasongan, ibukota Kabupaten Katingan, ke arah Utara ke perbatasan Kalimantan Barat. Mengingat posisi Riam Jerawi berada di atas desa/permukiman terakhir di Sungai Jerawi yakni desa Tumbang Tangoi, maka dalam pemanfaatan ruang, pembangunan PLTA ini kecil sekali potensi menimbulkan konflik dengan kepentingan penduduk setempat terlebih lagi daerah tangkapannya merupakan daerah hulu yang merupakan kawasan hutan produksi dan hutan konservasi.

Rencana pembangunan PLTA Riam Jerawi adalah memanfaatkan volume dan debit dari Sungai Jerawi yang merupakan anak Sungai Samba yang merupakan cabang dari Sungai Katingan. Indikasi dari studi-studi awal (general study atau reconnaissance study dan topographic study) memperlihatkan bahwa potensi pembangkitan energi listrik Riam Jerawi dapat mencapai 90 MW atau sekitar tiga kali kapasitas terpasang PLTA Riam Kanan di Kalimantan Selatan yang saat ini menjadi salah satu tulang punggung interkoneksi Kalimantan. Dengan demikian, pembangunan PLTA Riam Jerawi tidak saja memberikan alternatif dan kombinasi penyediaan energi listrik untuk Kalimantan Tengah tetapi juga akan menjadi tulang punggung (backbone) penyediaan energi listrik secara murah untuk interkoneksi Kalimantan yang nantinya dapat dikembangkan mencakup tidak saja Kalimantan Timur tetapi sampai Kalimantan Barat. Disisi lain, secara ekonomi dapat dilakukan penghematan secara besar-besaran terhadap penggunaan BBM untuk pembangkitan tenaga listrik serta penghematan penggunaan energi batubara yang dapat dimanfaatkan untuk alternatif energi kegiatan ekonomi lain yang lebih menguntungkan termasuk tentunya sebagai komoditas ekspor penghasil devisa.

Manfaat lain dari pembangunan PLTA Riam Jerawi adalah mengurangi fluktuasi debit air sungai Katingan sehingga mengurangi kemungkinan banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Hal ini juga berarti membuka peluang untuk kegiatan ekonomi lain seperti pertanian menetap dengan irigasi teknis termasuk pemanfaatan ketersediaan air untuk budidaya perikanan. Terkait dengan pentingnya untuk menjaga kemampuan daerah tangkapan (catchment area) bendungan PLTA Riam Jerawi, hal ini selaras dengan upaya penyelamatan dan pelestarian hutan tropis Kalimantan melalui program Heart of Borneo (HoB) karena wilayah tangkapan air PLTA Riam Jerawi terletak pada Taman Nasional Bukit Raya-Bukit Baka (lintas batas antara Kalteng dan Kalbar) serta areal beberapa HPH yang bersebelahan dengan Taman Nasional tersebut.

Kondisi Yang Diharapkan Pada Akhir Tahun 2009

Mengingat bahwa kebutuhan energi listrik yang murah dan handal sudah sangat mendesak, maka pada akhir tahun 2009 diharapkan sudah ada keputusan apakah rencana pembangunan PLTA Riam Jerawi dapat dilanjutkan dan dimulai dengan segera. Hal ini terkait juga dengan rencana yang telah dikembangkan oleh PT PLN (Persero) untuk membangun beberapa unit PLTU sehingga PLN selaku pihak yang berkompeten dalam hal penyediaan listrik perlu mendapatkan konfirmasi dan kepastian apakah pembangunan PLTA Riam Jerawi merupakan alternatif yang lebih menguntungkan atau tidak. Konfirmasi dan eksplorasi lebih jauh tentang kemungkinan pembangunan PLTA Riam Jerawi juga perlu didapatkan secepat mungkin sehingga berbagai pihak dapat menyesuaikan diri dalam konteks penyediaan dan pemenuhan energi listrik termasuk kajian ulang terhadap Rencana Umum Kelistrikan Daerah dan Kelistrikan Regional mengingat secara interkoneksi nantinya PLTA ini akan mampu menyangga pasokan listrik untuk wilayah Kalimantan.


Permasalahan


Pembangunan PLTA memerlukan investasi yang mahal dan waktu yang cukup lama serta studi yang mendalam. Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten) memiliki keterbatasan dalam hal sumberdaya dan sumberdana untuk melakukan kajian teknis dan ekonomis (Technical Assessment dan Pra FS maupun FS) yang dapat dipertanggungjawabkan dan dapat diterima pihak lain yang berminat untuk menjadi investor dan membangun kerjasama strategis (strategic partnership). Demikian pula dengan penyusunan langkah-langka strategis untuk pembangunannya, pemerintah daerah tidak memiliki pengalaman dan kemampuan karena rencana pembangunan PLTA ini merupakan yang pertama kali. Karena itu, berbarengan dengan rencana pembangunan moda transportasi kereta api batubara, kedua proyek pembangunan infrastruktur ini akan membuka sejarah baru dalam era otonomi daerah dan akan memberikan sumbangan yang berarti dalam pembangunan nasional.


Kebijakan dan Strategi dan Rencana Penanganan


Untuk mewujudkan harapan dan antisipasi kebutuhan energi listrik regional, maka diperlukan kebijakan untuk segera dan secepat mungkin melakukan kajian yang diperlukan sehingga kepastian pembangunan segera diperoleh. Saat ini pemerintah daerah sedang melakukan kajian hidrologis agar lebih mantap dalam memperhitungkan kelanjutan proyek pembangunan PLTA Riam Jerawi ini. Untuk itu diharpkan pemerintah melaluii PT. PLN (Persero) dan/atau Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dapat segera meneruskan dengan kajian teknis dan dan kajian kelayakan serta secara simultan melakukan konsolidasi rencana/persiapan pembangunannya dengan langkah-langkah yang nyata.

Kebijakan untuk menyusun rencana pembangunan PLTA Riam Jerawi sebenarnya bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan energi listrik secara pragmatis atau sekedar antisipasi pertumbuhan permintaan energi listrik yang ada di Kalimantan Tengah. Dalam perencanaan visioner jangka panjang, PLTA Riam Jerawi akan menjadi ini menjadi salah satu ruas tulang punggung penyediaan energi listrik lintas Kalimantan yang sinergi dan terpadu dengan rencana pembangunan Poros Tengah pulau Kalimantan yang melintas dari Kalimantan Timur ke Kalimantan Barat. Suatu saat nanti, akan tercipta koneksi penyediaan energi, pembangkit dan jangkauan distribusi daya listrik mulai dari Pulau Natuna di Kalimantan Barat ke Kalimantan Tengah sampai ke Kalimantan Timur bahkan ke Sulawesi Tengah seperti interkonesi Jamali (Jawa, Madura dan Bali) yang ada saat ini. Tidak tertutup kemungkinan untuk menciptakan interkoneksi terpadu dengan negara tetangga Malaysia dan Brunai (seperti interkoneksi antara Amerika Serikat dengan Kanada).

Rencana pemanfaatan potensi PLTA Riam Jerawi adalah langkah awal untuk penyediaan energi listrik yang murah dan handal dalam visi pembangunan Poros Tengah tersebut sehingga pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang ada di sepanjang Poros Tengah Kalimantan nantinya tidak akan mengalami hambatan infrastruktur karena sudah terpadu dengan rencana pembangunan infrastruktur moda transportasi jalan raya Trans Kalimantan Poros Tengah. Potensi lain yang patut dan layak untuk dikaji dan diteliti lebih jauh adalah potensi PLTA pemanfaatan anak sungai Barito di Kabupaten Barito Utara dan Murung Raya.

Sungai Barito selama ini terkenal dengan banjir musiman karena fluktuasi volume air yang tinggi antara musim hujan dan musim kemarau. Reconnaissance study oleh perusahaan konsultan Nippon Koei (1968) dari Jepang menyebutkan alternatif untuk mengatur aliran air sungai Barito adalah dengan pembangunan beberapa unit PLTA di daerah tangkapan anak-anak sungai Barito yakni di sekitar Muara Tuhup (potensi daya 600 MW), Muara Juloi (potensi daya 500 MW), Sungai Lahei (potensi daya 68 MW) dan Sungai Teweh (potensi daya 57 MW). Dengan makin berkembangnya ketersediaan dan akurasi data geografis saat ini, maka hasi studi tersebut patut untuk ditindak lanjuti dan dieksplorasi lebih jauh mengenai kelayakannya. Bilamana potensi PLTA ini layak untuk dikembangkan maka akan sangat strategis dan sejalan dengan rencana perluasan interkoneksi Kalimantan yang oleh PT PLN (Persero) akan mencapai Kalimantan Timur dalam dimulai dalam tahun 2009 nanti.

Untuk itu bantuan fasilitasi Departemen Kehutanan melalui kebijakan arahan pemanfaatan kawasan hutan di lokasi yang potensial untuk PLTA serta bantuan Kementerian Negara Lingkungan Hidup melalui Komite Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (Komnas MPB) sangat diharapkan untuk mewujudkan rencana pembangunan PLTA Riam Jerawi.

Pembiayaan

Belum didapatkan perkiraan dana yang diperlukan untuk pembangunan PLTA Riam Jerawi. Secara umum dapat disampaikan bahwa rata-rata diperlukan dana sekitar US $ 1 juta untuk setiap MW kapasitas terpasang sehingga secara menyeluruh dari studi awal hingga operasional diperlukan dana sekitar US $ 100 juta untuk daya terpasang 90 MW. Ini berarti seluruh biaya persiapan konstruksi (kajian) akan berkisar dari US $ 1,5 sampai 2,5 juta dollar termasuk pengkajian untuk potensi sungai Barito.

Dengan indikasi potensi daya terpasang sekitar 90 MW maka PLTA Riam Jerawi sangat potensial untuk dijual dan masuk kedalam perdagangan karbon melalui skema CDM. Berdasarkan referensi yang ada, maka nilai jual CER (Certified Emission Reduction atau sertifikat penurunan emisi) PLTA Riam Jerawi dalam bentuk ERPA (Emission Reduction Purchase Agreement) untuk masa kontrak 10 tahun umur proyek adalah sekitar US $30,9 Juta. Ini merupakan figur yang cukup menjanjikan sebagai nilai tambah keberadaan proyek karena sifatnya merupakan suntikan dana finansial yang dapat dijadikan penyertaan atau equity pemerintah ke dalam skema operasional proyek.

2 komentar:

  1. Bagus informasinya. Sangat bermanfaat agar kita tahu lebih banyak mengenai kondisi kebutuhan energi kita.Terima kasih.

    BalasHapus
  2. Bagus informasinya. Sangat bermanfaat agar kita tahu lebih banyak mengenai kondisi kebutuhan energi kita.Terima kasih.

    BalasHapus